Jumat, 04 November 2011

RESUME FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM TENTANG MANUSIA


RESUME
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM TENTANG INSAN

·         Definisi menurut ahli falsafah : Insan adalah binatang yang berkata-kata, atau berbahasa atau insan adalah binatang yang berfikir.
·         Definisi menurut ahli bahasa : Insan adalah binatang yang mampu menggunakan kode atau lambang. Khasnya lambang atau petunjuk bahasa. Dengan ini perkataan insan ialah binatang (makhluk) yang bisa menggunakan bahasa dan mencipta istilah terhadap benda-benda sekitarnya, memberi nama sesuatu untuk dikenali dan dapat mempergunakannya.
·         Ahli agama menta’rifkan insan sebagai biantang (makhluk yang beragama). Atau makhluk yang punya kecenderungan untuk beriman dengan yang ghaib.
·         Ahli ilmu ethika menta’rifkan insan sebagai binatang (makhluk berakhlak). Atau yang mampu menguasai runtutan nafsu syahwat, mengawasi keliarannya dan dapat membimbinganya secara yang menguntungkan.
·         Ahli ekonomi dan sosiologi menta’rifkan insan sebagai makhluk beraklak sosial. Makhluk yang punya kecenderungan bermasyarakat. Bersedia membina hubungan sosial.
Dari definisi in kita simpulkan definisi yang jitu yang mengagumi segala ciri dan watak yang memberdakan manusia dari makhluk lain menurut kacamata islam dan konsepo islam. Definisi yang agak lumrah dan merangkum walaupun dengan susunan kata yang ringkas ialah definisi yang dibuat oleh Ahli falsafah. Mereka mengatakan insan ialah makhluk yang berkata-kata. Definisi ini tersusun dari ”Hewan,” dan ”Berbicara”. Ia boleh meliputi semua ciri dalam definisi-definisi lain.
Ciri-ciri insan yang asasi berdasarkan tanggapan Islam, maka kita akan dapati insan itu mempunyai ciri-ciri penting berikut:
v  CIRI PERTAMA
Daya untuk bertutur. Daya ini menyatakan kemampuan insan untuk berinteraksi dengan simbol, kata-kata atau bahasa yang punya arti. Dalam memperkatakan ciri bertutur ini ada baiknya kita menurunkan disini petikan tulisan seorang penulis Islam zaman sekarang tentang insan sebagai makhluk yang bertutur. ”Berkata adalah ciri insan yang paling menonjol. Dasar dan alat berkata ialah bahasa. Tanpa bahasa tentu tidak ada pengungkapan, tiada logika.
Tanpa bahasa insan pasti tidak mampu mengerti hakikat yang menyangkut tentang diri secara mendalam. Umpamanya tentan ghakikat atau kadar kebebasan, sosial nilai, dan soal milik.
Suatu ciri yang berkaitan paling erat dengan kemampuan berbahasa ialah kemampuan menjelaskan, atau menerangkan akan maksud yang tersemat dalam hati atau pikiran. Seperti yang ditegaskan oleh al-Qur’an:
çmyJ¯=tã tb$ut6ø9$# ÇÍÈ  
Artinya : ”Mengajarnya pandai berbicara.” (QS. Ar-Rahman: 4)
v  CIRI KEDUA
Kecenderungan insan beragama, sebagaimana yang lumrah diketahui bahwa disamping manusia mempunyai kemampuan bertutur dengan lambang lafal dan berfikir, maka insan juga mempunyai kecenderungan beragama.
Perasaan keagamaan ini adalah naluri yang dibawa bersama ketika manusia lahir. Dalam waktu yang sama hal ini juga membayangkan kebutuhan insan yang pokok untuk mencapai ketenteraman dan kebahagiaan.
Naluri beragama ini mulai tumbuh dan berkembang bilamana manusia berhadapan dengan persoalan yang terbit dari memikirkan tentang jagat raya ini. Persoalan yang menggugah akal supaya berfikir.
Perasaan dan naluri beragama terus mengimbau dan menyerapi insan selama ia berakal, dapat menikmati keindahan dan tahu membedakan keburukan. Perasaan dan naluri ini kita menonjok mengikut jangkauan pikiran yang meningkat naik. Tidak dapat tidak akal manusia akhirnya akan mengakui bahwa disebalik alam shayadah terdapat tahap kehidupan lain atau alam gaib.
Akal akan menyadari kekerdilannya mengakui akan kudratnya yang terbatas. Tidaklah kamu diberikan ilmu kecuali sedikit. Akal akan insaf bahwa kesempurnaan ilmu dan tanggapan yang sempurna hanyalah bagi pencipta alam jagat ini. Akal akan mencari inspirasi dan taufik dalam kajian umatnya dengan mendasarkan kajian tersebut kepada realitas, tawadhu’, berani, percaya pada diri dan iman.
Memang insan telah berhasil menempa kemajuan yang hebat dalam peradaban barunya. Benar ia memiliki kemudahan yang berbagai rupa dengan ilmu pengetahuan dan teknologinya, tetapi ia tidak berdaya mengubah sistem jagat raya ini. Ia tidak mampu melepaskan dirinya dari tunduk mengharap hasil tanaman dari bumi atau menengadah mengharap curahan air rahmat dari langit.
Dari keterangan diatas nyatakan bahwa insan zaman peradaban modern masih tetap menjadi hamba pencipta-Nya yang agung. Setiap perspektif baru dalam ilmu yang diperoleh seyogyanya menambahkan kesadarannya yaitu bahwa tali perhambatannya dengan allah erat terikat pada lehernya.
Islam merealisasikan perhambaan seorang hamba kepada Tuhannya saja. Memberantas perhambaan sesama hamba Tuhan. Insan dibawa menyembah kehadirat allah penciptanya dengan tulus ikhlas tersisih dari syirik atau sebarang penyekutuan.
Penyembahan kepada allah adalah rentetan dari naluri beragama. Dalam waktu yang sama itu juga menjadi tujuan hidup dan fungsi asas insan dan seluruhnya makhluk lain yang wujud di dunia ini.
Ibadah itu sendiri menurut Islam bukanlah terbatas kepada beberapa upacara ibadat yang lumrah seperti sembahyang, puasa, zakat dan haji, bahkan merangkumi setiap pekerjaan dan kegiatan yang dilakukan oleh insan dengan niat ibadah dan mentaati allah SWT.
v  CIRI KETIGA
Kecenderungan Moral
Pada hakikatnya manusia disamping mempunyai kecenderungan beragama juga mempunyai kecenderungan berakhlak. Ia mampu untuk membedakan yang baik dan yang buruk. Pikirannya dapat menjangkau cara dan jalan mencapai tujuan-tujuan tersebut. Ia boleh menguasai dorongan dalam dirinya, baik dengan meningkatkan karakternya atau mengarahkan dorongan tersebut ke bidang-bidang lain.
Kalau dipandang dari hakikat semula maka insan tidaklah mutlak bersifat dengan keburukan atau kebaikan. Tetapi ia mempunyai corakkan oleh pendidikan dan persekitaran yang dilaluinya. Sebab baik dan buruk merupakan dua perkara yang boleh dicapai melalui pendidikan.
v  CIRI KEEMPAT
Kecenderungan bermasyarakat. Disamping kecenderungan-kecenderungan terdahulu, insan juga memiliki kecenderungan bersosial atau bermasyarakat. Inilah agaknya yang mendorong para ahli sosiologi menyifatkan manusia sebagai makhluk sosial atau makhluk yang berperadaban. Sebab itu, insan tidak dapat hidup bersendirian. Insan selalu berusaha menerjunkan dirinya dalam kehidupan masyarakat. Ia senantiasa membina jalinan hubungan baru dengan setiap pribadi kelompok.
Berkait dengan kecenderungan ini ialah kecenderungan insan untuk membangun, membina mengubah situasi yang ada, situasi sosial dan budaya disekitarnya. Ruang lingkup kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan dan lain-lain yang kita namakan sebagai media alam sekitar, dari sudut lahiriyahnya adalah dianggap sebagai sumber kekayaan. Atau dengan lain perkataan bahan-bahan mentah yang dapat diusahakan, dan diubah oleh manusia hingga menjadi bahan produksi dan kekayaan. Kekayaan, sebenarnya ialah hasil suatu interaksi yang rasional antara insan dan alam sekitar.
Insan disamping membina peradaban dari aspek materinya juga dapat menghasilkan kebudayaan dengan kandungan pengetahuan, keyakinan, nilai, pola pemikiran, sistem-sistem dan teknik-teknik kebudayaan.
Kebudayaan merupakan segi terpenting dari perserikatan hasil ciptaan insan terbit dari kecenderungan agama, akhlak, sosial dan hasrat mau membangun dan meniru.
Kebudayaan dalam pengertiannya yang luas merangkum segenap yang dihasilkan oleh tangan, watak dan akal pemikiran insan. Tapi meskipun manusia dalam masyarakat itu yang menghasilkan nya namun ia tidak hilang dengan kematian manusia yang menciptakannya.
Apabila insan muslim bertindak memakmurkan alam dan membina budayanya, maka itu bukanlah hanya didorong semata-mata oleh kecenderungan sosialnya yang ingin membangun, tetapi juga untuk melaksanakan perintah penciptaannya yang maha agung. Perintah tersebut banyak tertera didalam ayat-ayat suci al-Qur’an, seperti firman Allah SWT:
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù š9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( Ÿwur š[Ys? y7t7ŠÅÁtR šÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJŸ2 z`|¡ômr& ª!$# šøs9Î) ( Ÿwur Æ÷ö7s? yŠ$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# Ÿw =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ  
Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qashash: 77)

1 komentar:

Bang Yus_ok mengatakan...

oK.. BANG

Posting Komentar

 

©2009 CERAMAH | by TNB